Selasa, 20 Juli 2010

Surat Untuk Bidadariku

Bidadariku...
Malam ini, aku menunggu lagi di sini, telah lebih dari satu dekade, bahkan hampir dua dekade aku melakukannya, sekedar hanya ingin melihatmu melintas atau tersenyum manis padaku. Tapi akhir akhir ini, kau tak menampakkan diri, terkurung dalam kedalaman rumahmu, tapi aku tetap berdiri di sini, menatap kosong dengan penuh harapan.

Bidadariku...
Ingatkah kau belasan tahun yang lalu, saat awal aku mengenalmu, kebiasaanku menunggumu saat ke sekolah, mengejek tas bawaanmu yang begitu besar, dan bertumpuk tumpuk buku yang kutau setia menemanimu. Cantik, cerdas tapi rendah hati, hmm... menurutku seperti itulah dirimu. Dan aku tau bukan cuma menurutku, menurut banyak orang, karena memang seperti itulah dirimu.

Bidadariku...
Aku tertawa saat mengenangmu membawakanku setumpuk surat, yang pengirimnya pun kau tak tau atau mungkin kau belum melihatnya. Dan ditumpukan surat itu ada surat dariku, katamu aku menambah koleksi suratmu, yang tak bisa kau balas karena malas merangkai kata dusta. Ha ha ha, bidadariku, mungkin mereka tak berdusta, sama seperti aku, walaupun tak dapat kukatakan aku tidak pernah berdusta.

Bidadariku...
Satu hal yang paling kusukai darimu, saat kau bertemu ibuku, kau menyapanya, memberikan peluk ciummu sebagai tanda hormatmu, aku takkan pernah melupakannya. Ibuku sangat bahagia dengan penghargaan itu, karena kau tak peduli betapa kotornya dia saat itu. Terima kasih bidadariku.

Bidadariku...
Tahun ketiga aku mengenalmu, berharap kau bisa membuka hatimu untukku, tapi penantianku pupus, kau jatuh cinta, bukan padaku, tapi teman sekolahmu. Aku kehilangan harapan saat itu, tapi tiap melihat wajahmu berbinar penuh cinta, aku merasa ikut berbahagia untukmu. Mungkinkah ini ketulusanku? Atau aku hanya mengagumimu? Aku bimbang bidadariku...

Bidadariku...
Tak berselang setahun, aku melihatmu menangis, pertama kalinya dalam hidupmu cinta telah melukaimu, aku tak tau apakah aku harus bahagia atau bersedih karenanya. Mungkin aku bahagia, karena ada harapan kau mau melihatku sekali lagi. Tapi mungkin juga aku bersedih, karena tidak melihat lagi cahaya indah penuh cinta di matamu.

Bidadariku...
Hari hari setelahnya adalah hari pengharapan bagiku, aku sudah menunggumu setengah dekade. Menunggu kau mau mencintaiku. Tapi jawaban yang sama keluar dari bibirmu, "Maaf, bagiku kau adalah teman baikku, aku tak bisa membagi hatiku untukmu, paling tidak saat ini". Jawaban itu membuatku menunggu saat yang lain, walau kau tak memberiku harapan menunggu. Kau jatuh cinta yang kedua kalinya di tahun ke 6 aku menunggumu.

Bidadariku...
Kembali aku dalam dilema, bahagia karena melihatmu bahagia, dan terluka karena cintamu bukan untukku. Pernah kubertanya pada diriku sendiri, apakah aku tak tampak bagimu? Atau apakah aku tak berharga dimatamu? Tapi akhirnya kutemukan jawabannya, cinta adalah hal yang universal,  hal yang tak bisa diduga, bisa lahir dari kebersamaan, tapi bisa juga tidak.

Bidadariku
Akhirnya hitunganku tiba di satu dekade penantian, tapi kau masih setia bersamanya. Entah aku mendo'akanmu agar bersamaku, atau mendo'akanmu berbahagia saja dengan siapapun, aku bingung. Hingga akhirnya kumencoba pergi, seorang yang kuanggap mungkin bisa kucintai, karena dia mencintaiku. Aku menikah dan memiliki 1 anak, dia mengorbankan apapun untukku, tapi bidadariku, aku salah, aku memang hanya mencintaimu. Disetiap masa, aku hanya mengingatmu, tak ada ikatanku dengannya yang membuatku melupakanmu. Benar kata orang tua, menikahlah dengan orang yang kau yakini kau cintai, karena jika tidak, kemungkinan paling buruk adalah kau meninggal sebelum ajalmu tiba. Rumah tanggaku jadinya seperti neraka, aku tak menemukan cinta di dalamnya, dan akhirnya kami berpisah.

Bidadariku....
Pelajaran yang harus kubayar mahal. Maafkan aku, aku tau kau paling membenci jalan yang kutempuh, tapi aku tak bisa melanjutkannya, aku kembali lagi di sini, menunggumu melintas di hadapanku. Aku berharap kau belajar dari kisahku. Tapi bidadariku, mengapa kau menangis? Cinta juga telah melukaimu lagi? Oh, aku melihatmu begitu setia menantinya tapi dia menghianatimu? Tak bisakah ia melihatku dan merasa beruntung? Sudahlah bidadariku, hapus air matamu, suatu saat dia akan mengerti, dijaman ini, kesetiaan itu mahal.

Bidadariku...
Lama berselang kau datang bercerita, tentang penyesalannya telah meninggalkanmu, tentang dia yang ingin kembali, tapi hatimu telah kosong untuknya. Adakah untukku? ternyata tidak, 12 tahun aku menunggumu, dan melihatmu jatuh cinta lagi. Tapi kali ini aku tak bahagia, kau jatuh cinta dengan resiko besar, perbedaan. Aku menasehatimu, menyruhmu berhenti, aku tak ingin melihatmu terluka, aku tau cintamu, berhentilah...

Bidadariku...
Sekarang sudah hampir dua dekade, aku masih di sini menunggumu. Aku masih melihat lukamu, luka karena cinta. Aku melihatmu lelah, lelah dibohongi. Kau mengatakan, kejujuran itu sudah tak ada lagi. Jangan menangis bidadariku, karena tangismu meruntuhkan duniaku

Bidadariku...
Akankah aku menunggumu untuk dekade dekade berikutnya? Ataukah aku akhirnya menyerah? Biarlah waktu yang menjawabnya. Semoga kau bahagia bidadariku... selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar